Senin, 04 Desember 2023

 

KEBUYUTAN TRUSMI

 

Kompleks Kramat Buyut Trusmi didirikan oleh Ki Buyut Trusmi yang dipercaya sebagai sesepuh Trusmi sehingga sangat dihormati oleh masyarakat Cirebon dan sekitarnya. Ki Buyut Trusmi adalah putra pertama Prabu Siliwangi. Sebelumnya ia bernama Pangeran Walangsungsang, atau Pangeran Cakrabuana, pendiri kerajaan Cirebon. Kompleks Kramat Buyut Trusmi telah ada sebelum pembentukan keraton Kase- puhan dan Kanoman. Dalam Ayatrohaedi (2005) disebutkan bahwa awal pembentukan Kase- puhan dan Kanoman pada tahun 1599 Saka (1677). Sedangkan terbentuknya Kompleks Kramat Buyut Trusmi diawali setelah Ki Buyut Trusmi menyerahkan keraton yang sekarang menjadi Keraton Kasepuhan ke Sunan Gunung Jati, Ki Buyut kemudian pindah ke daerah Trusmi pada tahun 1470, dan membangun kompleks Kramat Buyut Trusmi pada tahun 1481.

 

Latar belakang kesejarahan terbentuknya Kabuyutan Trusmi menunjukkan bahwa keberadaan- nya memiliki kontribusi penting dalam sejarah pembentukan dan perkembangan kota Cirebon. Saat ini peranan Kabuyutan Trusmi dalam perkembangan kota Cirebon tenggelam oleh pengembangan kampung Batik Trusmi. Padahal jika dilihat dari aspek kesejarahan seharusnya Kabuyutan Trusmi mendapatkan perhatian khusus.

 

Kabuyutan Trusmi merupakan salah satu gambaran simbol lokalitas masyarakat yang masih bertahan sampai saat ini. Kabuyutan Trusmi dipimpin oleh 4 Kyai (pimpinan agama) yang masing masing didampingi oleh 4 orang Kuncen. Kyai dan Kuncen mempunyai kewajiban untuk mengorganisasi setiap kegiatan di Kabu-yutan (terutama Memayu dan penggantian sirap). Setiap tahun mereka melakukan rapat untuk menentukan waktu, jumlah dan kualitas material yang dibutuhkan, bagian bangunan yang me- merlukan perbaikan, menyusun anggaran yang dibutuhkan, mencari dana untuk pembelian material penyelenggaraan kegiatan. Pasangan Kyai-Kuncen melaksanakan tugas secara ber- gantian setiap 10 hari. Setiap kuncen memiliki seragam dengan warna berbeda untuk masing- masing Kyai yang didampingi, yaitu merah, kuning, putih, dan hijau. Pada saat tidak menjalankan tugas, Kyai atau Kuncen melak- sanakan aktivitasnya masing-masing antara lain sebagai tukang kayu dan pedagang.

 

Kompleks Kabuyutan Trusmi secara Arsitektural merupakan tempat yang khas dengan pengaturan dan landmark visual yang menonjol. Luas Kompleks kabuyutan Trusmi kurang lebih 3600 m2 yang dikelilingi tembok setinggi 1,5 meter. Pola spasial Kabuyutan Trusmi disusun oleh beberapa masa bangunan bangunan dengan struktur kayu, penutup atap sirap (kayu jati) dan welit (anyaman daun kelapa). Selain itu, terda- pat satu hunian yang diperuntukkan bagi kyai Kabuyutan (Omah Gedhe) yang terletak di luar tembok kompleks kabuyutan.

 

Terdapat perbedaan penggunaan bahan penutup atap. Welit digunakan pada Pewadonan, Pekuncen, Jinem, Pendhopo, Dapur. Sedangkan Sirap (kayu jati) digunakan pada Witana, Masjid Kramat, Penyekarab, Pesujudan, Paseban.

 

Omah Gedhe merupakan rumah tinggal Kyai Kabuyutan Trusmi dengan ciri khas adanya Balai Panjang (berupa susunan kayu jati menyerupai bangku panjang dengan 6 tiang penyangga yang langsung terhubung ke tanah). Bale pan- jang memiliki makna spiritual, sehingga ha-rus diletakkan pada orientasi memanjang Timur- Barat. Bahkan ketika memindahkan harus diser- tai dengan ritual khusus.

 

Susunan masa Omah Gede terdiri dari Bale Panjang, Ruang Utama Kuncen, Sumur, Serambi, tempat penyimpanan beras (Lumbung). Seluruh bangunan di Omah Gedhe menggunakan bahan penutup atap dari welit. Konstruksi pada Lum- bung menggunakan sistem pasak dan memiliki kemiringan tertentu.

Bangunan di Kabuyutan Trusmi dibangun dengan keterampilan teknis yang tidak biasa dan memberikan pemahaman baru tentang masa lalu. Seluruh bangunan didirikan oleh komunitas setempat secara gotong royong dengan meman- faatkan teknologi tradisional dan material alami, seperti atap welit, pengggunaan sistem pasak, dan dominasi penggunaan kayu.

 

Sekitar satu bulan sebelum upacara Mamayu, masyarakat secara swadaya mulai merakit welit. Susunan welit terdiri dari bilah kecil bambu sepanjang 6 m (rambatan); bilah kecil bambu sepanjang 1,8 m (jalon); alang-alang (daun kelapa), yang kesemuanya dirakit menggunakan alat bantu lulup berasal dari kulit pohon waru. Dengan keterbatasan bahan baku alang-alang dalam pembuatan welit, saat ini alang-alang di- datangkan dari Indramayu namun perakitan-nya tetap dilakukan di Trusmi.

 

Kearifan lokal masyarakat kabuyutan Trusmi tercermin dari tata cara kehidupan sehari-hari dan beberapa tradisi. Tradisi yang identik de- ngan Kabuyutan Trusmi adalah Memayu dan Penggantian Sirap. Pada awalnya Memayu dilak- sanakan setiap 2 tahun sekali, namun sekarang menjadi setiap tahun. Sedangkan penggantian sirap pada awalnya dilakukan seti-ap 8 tahun, namun sekarang dilakukan setiap 4 tahun sekali. Hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga keberlangsungan tradisi dan untuk menurukan ke- trampilan teknis terkait dengan pembuatan sirap dan perakitan welit.

 

Memayu adalah penggantian atap welit pada bangunan di Kabuyutan Trusmi yang dilaksa- nakan setiap tanggal 20 Dzuljijjah dalam pena- nggalan Islam oleh warga Trusmi dan sekitarnya secara swadaya sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur yang disertai upacara dan prosesi pawai.

Pada pelaksanaan Memayu, rangkaian welit dipasang pada dua sisi atap, sedangkan dua sisi lainnya diganti untuk tahun berikutnya. Rangka yang perlu diperbaiki diturunkan terlebih dahulu untuk kemudian diperbaiki untuk kemudian welit diikat dengan Lutus (batang bambu yang muda). Sedangkan ragka yang tidak memerlukan per- baikan, welit langsung dipasang. Semua proses Memayu dilakukan secara swadaya dan swa- dana masyarakat atas dasar mengharapkan berkah. Mereka hanya mendapatkan konsumsi yang bahan bakunya merupakan sumbangan  dari warga. Pekerjaan teknis Memayu dilakukan oleh kaum laki-laki, sedangkan untuk konsumsi ditangani oleh kaum wanita.

 

Sirap yang digunakan sebagai penutup atap di Kabuyutan Trusmi berasal dari kayu jati. Upa- cara penggantian sirap dilaksanakan setiap 4 tahun sekali di makam kramat Ki Buyut Trusmi untuk mengganti atap makam yang menggu- nakan Sirap. Pembuatan sirap dilakukan dengan sistem swadaya dan swadana masyarakat. Persiapan pembuatan sirap bisa memakan waktu 4 tahun, dimulai dengan memilih kayu sampai dengan pengolahan kayu menjadi sirap. Hal ini dikarenakan pembuatan Sirap dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan dana.

 

Pada saat perakitan sirap, satu tim terdiri dari kurang lebih 20-50 orang secara swadaya/ relawan tanpa dibayar, hanya disediakan kon- sumsi, mengharapkan berkah) akan dipimpin oleh satu Kyai. Sebelum pembukaan sirap di lakukan, malamnya dilakukan acara tahlilan, disertai dengan Shalawat Brai (sejenis kesenian yang berasal Bayalangu) yang diiring alat musik gembyung (semacam rebana), kendang, dan kecrek. Pada acara penggantian sirap, sum- bangan mengalir dari warga setempat, baik berupa tenaga, bahan makanan mentah, jaja- nan dan minuman, maupun berupa uang yang akhirnya akan menjadi sebuah pesta dari rakyat untuk rakyat.

 

Kesimpulan

 

Berdasarkan investigasi signifikansi dan penilaian signifikansi, maka dapat disimpulkan bahwa Kabuyutan Trusmi memiliki signifikansi budaya dalam level lokal masyarakat Cirebon dan sekitarnya yang ditunjukkan oleh nilai berikut:

a.   Nilai Association

Kabuyutan Trusmi memiliki kontribusi penting dalam sejarah pembentukan dan perkembangan kota Cirebon.

b.   Nilai Sosial

Kabuyutan Trusmi merupakan salah satu gam- baran simbol lokalitas masyarakat yang masih bertahan sampai saat ini.

 

c.   Nilai Estetika

Kompleks Kabuyutan Trusmi secara Arsitektural merupakan tempat yang khas dengan penga- turan dan landmark visual yang menonjol.

d.   Nilai Imiah

Seluruh bangunan didirikan oleh komunitas se- tempat secara gotong royong dengan meman- faatkan teknologi tradisional dan material alami.

e.   Nilai Spiritual

Kearifan lokal masyarakat kabuyutan Trusmi tercermin dari tata cara kehidupan sehari-hari dan beberapa tradisi. Tradisi yang identik de- ngan Kabuyutan Trusmi adalah Memayu dan Penggantian Sirap. Statement of Signifikansi yang telah dirumuskan tersebut dapat menjadi dasar pijakan dalam menentukan arah kebijakan pengelolaan dan kemungkinan pengembangan (Manajemen Signifikansi).

 

 

KAMPUNG ARAB PANJUNAN

Oleh.Yoyon Indrayana

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan budaya yang berlimpah, keberadaan ratusan suku bangsa yang hingga saat ini masih menjadi keyakinannya masing-masing,

belum lagi sumber alam yang melimpah yang sering menjadi sasaran pelayaran dan perdagangan dunia, hal ini menyebabkan banyak pula bangsa luar yang masuk ke Indonesia dan berinteraksi dengan bangsa Indonesia.

Misalnya keturunan Arab, India, Cina, banyak pula dari mereka yang akhirnya berpindah kewarganegaraan dan menetap di Indonesia menjadi WNI (Warga Negara Indonesia) yang sekarang memiliki banyak keturunan di Indonesia.

Bahkan hingga memiliki perkampungan dari kelompok etnis itu sendiri. Orang-orang Arab di Indonesia merupakan golongan minoritas, karena mereka hanya tinggal dan bersosial sesama kelompok etnis yang sama yakni orang Arab atau keturunan Arab itu sendiri, banyak sekali perkampungan Arab yang tersebar di berbagai kota di Indonesia misalnya di Kepojan (Jakarta), Panjunan (Cirebon), Pasar Kliwon (Surakarta), Kauman (Yogyakarta), Ampel (Surabaya) dan lain sebagainya.

Orang Arab yang berada di Indonesia saat ini kebanyakan di lahirkan di Indonesia dan bergaul secara luas dengan penduduk Indonesia yaitu pribumi (outgroup). Kedatangan orang Arab pada dasarnya sama dengan tujuan datangnya orang Eropa yaitu melakukan perdagangan ada pula yang menjadikan dirinya sebagai seorang da’i atau menyebarkan agama Islam masuk ke Indonesia.

 

Cirebon merupakan daerah pesisir, yang memiliki ciri khas dari masyarakat pesisir adalah masyarakat yang beraneka ragam, karena biasanya masyarakat di kota pesisir adalah orang pendatang yang melakukan kegiatan berdagang.

Sekitar abad ke-15 ada seseorang yang bernama Syarif Abdurrakhman atau sering disebut Pangeran Panjunan, yang datang bersama ketiga adiknya yang diutus oleh ayahnya Sultan Bagdad untuk berdagang ke Pulau Jawa.

Selain berdagang, beliau belajar ilmu agama kepada Syekh Nurjati dan Pangeran Cakrabuana dan diizinkan untuk tinggal di di kawasan tersebut. Lama kelamaan semakin banyak masyarakat Arab yang berdatangan berbaur dengan masyarakat pribumi dan kawasan di sekitarnya ada Pecinaan, khusus untuk warga keturunan Tionghoa.

Setelah disambut dan diterima dengan baik, Pangeran Cakrabuana mengizinkan Syarif Abdurakhman untuk membangun permukiman di kawasan yang sekarang dinamai Kelurahan Panjunan. Banyak warga Arab yang datang ke Cirebon lalu menetap. Karena itu, wilayah Panjunan menjadi kawasan warga keturunan Arab.

Masjid Merah Panjunan adalah saksi syiar Islam Syekh Syarif Abudurakhman, Selain ahli agama, Syekh Syarif Abdurakman juga terkenal piawai dalam berdagang anjun, yaitu gerabah dari tanah liat. Keahliannya membuat anjun dikembangkan kepada penduduk sekitar.

Wilayah tempat pengrajin gerabah ini kemudian dikenal dengan nama Panjunan. Sebagai informasi, nama panjunan sendiri memiliki diambil dari kata anjun yang berarti kerajinan. Karena di kawasan tersebut menjadi tempat pembuatan kerajinan dari tanah liat.

Masjid Merah Panjunan berukuran kecil namun indah. Arsitekturnya anggun dan khas. Walaupun mengalami beberapa perombakan, namun bangunan asli masjid masih terjaga. Akulturasi kebudayaan bernuansa Jawa pada struktur bangunan, tampak serasi dengan ukiran ornamen Hindu-Buddha.

Keindahan keramik Cina dan Eropa pada mihrab, tidak mengurangi kemulyaan Masjid Merah Panjunan sebagai tempat ibadah. Justru menunjukkan keluwesan ajaran Islam yang menerima perbedaan budaya.

Saat memasuki gerbang masjid, kita akan disambut gerbang masjid yang menyerupai candi atau pura di Bali. Sekeliling masjid berpagar tembok bata merah. Beberapa ornamen bunga matahari menghiasi tembok merah itu. ornamen memolo yang bentuknya menyerupai mahkota raja-raja Jawa menjadi cungkup penghias atap masjid.

Ada 17 pilar kayu jati menyangga masjid, yang mengandung filosofis 17 raakaat sholat wajib ditunaikan umat muslim dalam sehari. Selain itu, terdapat satu inskripsi beraksara Arab menghiasi salah satu palang kayu.

Dahulu terdapat satu menara di samping masjid. Namun saat dilakukan renovasi, menara itu dihilangkan. Di sisi kiri masjid terdapat bentuk makam yang dinyakini sebagai patilasan. 

 

Sementara di sisi kanan terdapat tempat wudhu dengan air yang tak berhenti mengalir dari sumur tua yang sudah ada sejak berdirinya masjid ini.

 

Beberapa pintu berukuran kecil terdapat di masjid ini. Untuk masuk pintu tersebut kita harus menunduk. Mengandung makna bahwa siapapun kita, apapun posisi kita di dunia kita ini adalah mahluk kecil, yang tetap harus tunduk dihadapan Allah.

Sementara itu, di dalam Masjid terdapat mihrab (pengimaman) berupa tembok putih. Ceruk pengimaman berukir menyerupai bunga dengan cungkup di atasnya. Hiasan keramik Cina dan beberapa keramik nuansa Eropa menambah keindahan dinding mihrab bernuansa putih.

 

Kampung Panjunan merupakan awal mula etnis Arab datang dan beraktivitas di wilayah pesisir utara atau pantura Jawa Barat dengan adanya peninggalan Masjid Merah Panjunan memperkuat eksistensi etnis Arab di Cirebon.

Keturunan Arab di Panjunan, Kota Cirebon mayoritas berasal dari Hadramaut Yaman. Para imigran asal Hadramaut yang datang ke kepulauan Indonesia mayoritas tidak membawa pasangan hidup. Akibatnya semua keturunan etnis Arab yang lahir di kepulauan ini memiliki darah pribumi (outgroup).

Kebanyakan orang-orang Arab Hadramaut sudah berasimilasi penuh dengan penduduk pribumi sehingga mereka cenderung untuk memilih pasangan hidup dan menetap dari kalangan outgroup.

Keturunan Arab Hadramaut di Indonesia, terutama masyarakat keturunan Arab yang berada di Panjunan Kota Cirebon seperti negara asalnya Yaman, terdiri 2 kelompok besar yaitu kelompok Alawiyih (Sayyid) keturunan Rasulullah SAW dan kelompok Qabilah, yaitu kelompok Masyaikh (Syaikh).

Di Indonesia, terkadang ada yang membedakan antara kelompok Sayyid yang umumnya pengikut organisasi Jamiat al-Kheir, dengan kelompok Syaikh (Masyaikh) yang biasa pula disebut "Irsyadin" atau pengikut organisasi Al-Irsyad.

Keluarga Arab yang memutuskan menjadi WNI di kota Cirebon hanya bisa tinggal di kampung Arab Panjunan yang telah disediakan sejak zaman dulu karena pendatang di pulau Jawa tidak boleh membaur dengan outgroup, oleh karena itu mereka di sediakan wilayah khusus keturunan Arab yang tidak di jadikan satu dengan outgroup, Yakni di Panjunan.

Namun setelah berjalannya waktu kampung Arab di Cirebon memiliki empat tempat atau wilayah yaitu di jalan Panjunan, jalan Kesenden, jalan Suratno dan jalan Kartini, karena banyaknya keluarga Arab yang sudah memiliki keturunan-keturunan yang mengakibatkan Cirebon memiliki empat kampung Arab, namun tetap yang mengawali terlahirnya atau adanya kampung Arab di Cirebon yaitu di Panjunan.

Masyarakat keturunan Arab di Cirebon pastinya memiliki ciri khas untuk berkomunikasi dengan sesama keturunan Arab dan berkomunikasi dengan outgroup, biasanya jika mereka berkomunikasi dengan sesama keturunan Arab menggunakan Bahasa campuran yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab itu sendiri, biasanya mereka menyebutnya dengan Bahasa Arab kuno, yakni Bahasa Arab yang mereka katakan bukan merupakan definisi yang sama, hal ini sudah menjadi tradisi para keluarga Arab karena di yakini jika mereka menggunakan  Bahasa Arab di lingkungan outgroup mereka merasa aman karena yang mengerti tentang apa yang sedang di bicarakan hanya sekelompok orang Arab saja biasanya hal tersebut di lakukan pada topik pembicaraan tertentu saja.

Keturunan Arab ini yang tinggal di pemukiman sekelompok orang Arab pastinya memiliki peraturan yang ada di dalam kampung Arab tersebut, dan sudah ada sejak dulu hingga turun menurun sampai sekarang yang harus tetap di jaga dan di patuhi.

Biasanya peraturan tersebut sudah di beritahu oleh orangtua mereka sejak dini agar dewasa kelak mereka tidak terkejut tentang apa yang sudah ada dari zaman kakek neneknya hingga sekarang.

Misalnya aturan tentang keturunan etnis Arab tidak di bolehkan untuk menikah dengan yang bukan keturunan Arab, tradisi ini masih sangat kental hingga sekarang, namun tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa dari mereka yang tetap memilih menikah dengan asli outgroup, bagi lakilaki berhak menikah dengan wanita yang berbeda etnis, namun berbeda dengan wanita yang harus tetap menikah dengan etnis Arab karena untuk melanjutkan keturunannya agar nasab keluarganya tidak terputus.

Bagi mereka yang memiliki identitas sebagai etnis Arab didalam lingkungan mayoritas pribumi, tidak dapat dipungkiri apabila mereka tidak mampu keluar dari golongan minoritas karena mereka berpendapat bahwa yang mereka miliki sudah menjadi budaya dan akan terus di pertahankan hingga kapanpun.

Para pemuda etnis Arab tidak memiliki batasan untuk bersosialisasi dengan penduduk outgroup, karena mereka beranggapan bahwa mereka lahir dan di besarkan juga di wilayah yang sama, namun yang membedakan hanyalah garis keturunan mereka.

Etnis Arab tidak pernah mendapatkan diskriminasi jika berada pada lingkungan outgroup. Karena mereka sejak dulu di sekolah yang berbaur dengan penduduk asli pribumi, walaupun di Yayasan dengan standar agama Islam yang tinggi namun mayoritas yang sekolah disana yaitu outgroup, hal ini yang menyebabkan mereka tidak terasingkan jika sedang diluar minoritas tersebut.

Namun, tetap saja para etnis Arab lebih nyaman jika berada dilingkungannya sendiri karena pergaulan etnis Arab berbeda dengan pergaulan para remaja outgroup. Menurutnya, kelompok etnis Arab akan merasa lebih nyaman untuk berinteraksi khususnya dalam hal bercanda, dengan sesama etnis Arab. Karena dengan kesamaan nilai budaya yang mereka bawa membuat interaksi akan lebih nyaman untuk dilakukan.

Warga Negara Indonesia tergolong masyarakat yang multilingual dan memiliki aneka ragam kebudayaan di dalamnya. Sejak zaman dahulu, bahwa wilayah Indonesia dijadikan sebagai wilayah strategis untuk perdagangan di Asia Tenggara, banyak warga asing dari Melayu, Tionghoa, bahkan Arab pernah singgah.

Sebagai contoh, wilayah Cirebon yang berada di Provinsi Jawa Barat mempunyai pelabuhan besar sehingga didatangi oleh para saudagar karena dijadikan pintu gerbang sebalah Timur di Jawa Barat. Daerah ini bernama Panjunan, yang terletak di Kelurahan Lemahwungkuk, Kota Cirebon yang sering disebut sebagai perkampungan bangsa Arab.

Perkampungan Arab di Kota Cirebon Jawa Barat ini merupakan mayoritas orang Arab dan membuka toko untuk berdagang yang menjual sebatas perlengkapan islami, perlengkapan haji, menjual minyak wangi dan membuka usaha toko buku.

Masyarakat Arab pun kini telah membaur bersama warga lainnya, seperti masyarakat Sunda, Jawa, dan Tionghoa. Meskipun kawasan tersebut masyarakat keturunan arab telah berbaur dengan masyarakat lainya . Namun masyarakat Cirebon tetap menamai kawasan tersebut dengan sebutan Kampung Arab. Bersanding dengan kawasan di dekatnya yang sering disebut pecinan. 

 

Kajian Peranan Transportasi Umum ‘TRANS CIREBON’ Dalam Pengembangan

Wilayah Perkotaan

 

Oleh. Yoyon Indrayana

 

A.    PENDAHULUAN

Transportasi merupakan salah satu indikator dalam interaksi keruangan antar wilayah dan sangat penting peranannya dalam menunjang proses perkembangan suatu wilayah. Dalam bidang transportasi darat, pembangunan prasarana jalan dan jembatan telah meningkatkan jasa pelayanan produksi dan distribusi yang penting dan banyak berperan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional dan mendorong terciptanya pemerataan pembangunan wilayah dan stabilitas nasional, serta meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi sebagai urat nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Sistem jaringan transportasi dapat dilihat dari segi efektivitas, dalam arti selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, rendah polusi serta dari segi efisiensi dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan sistem transportasi.

Cirebon sebagai salah satu kota yang berkembang cukup pesat saat ini, juga tidak lepas dari masalah transportasi. Berkembangnya wilayah perkotaan kedaerah perbatasan membutuhkan sarana prasarana transportasi yang memadai. Sarana transportasi yang ada saat ini , angkutan kota, tidak mampu melayani kawasan perumahan yang berkembang dengan pesat ke wilayah perbatasan. Bahkan sarana angkutan kota saat ini memiliki kecenderungan semakin berkurang armadanya dan ditinggal masyarakat penggunanya, saat ini masyarakat lebih banyak menggunakan angkutan umum online yang lebih mudah, praktis dan murah. Berkembangnya angkutan umum online ini ternyata kurang berpengaruh pada perkembangan wilayah. Hal ini bisa dipahami karena sarana angkutan umum ini tidak memiliki jalur atau rute yang jelas, oleh karena itu penggunaan sarana angkuta umum seperti ‘Trans Cirebon’ dirasa sudah sangat diperlukan untuk tidak saja melayani kebutuhan transportasi masyarakat tetapi juga sebagai sarana untuk dapat mengembangkan wilayah perkotaan. Ditambah saat ini kawasan permukiman semakin banyak berkembang ke arah pinggiran/ perbatasan kota, yang tentu saja pada akhirnya memerlukan layanan transportasi umum yang memadai.

 

B.    PEMBAHASAN

1.     Transportasi dan Perkembangan Wilayah

Kemajuan transportasi akan membawa peningkatan mobilitas manusia, mobilitas faktor-faktor produksi dan mobilitas hasil olahan yang dipasarkan. Makin tinggi mobilitas yang dilakukan maka semakin cepat gerakan distribusi serta lebih singkat waktu yang diperlukan dalam mengolah bahan dan memindahkan nya dari tempat dimana bahan tersebut yang semula kurang bermanfaat ke lokasi dimana manfaatnya lebih besar. Peningkatan produktivitas, karena transportasi ini merupakan motor utama penggerak kemajuan ekonomi. Ekonomi yang berkembang akan ditunjukkan oleh adanya mobilitas yang tinggi, dengan ditunjang transportasi yang memadai dan lancar. Seperti hal nya negara-negara maju, mereka memiliki transportasi yang mendukung dalam setiap aktivitas yang mereka lakukan. Dengan transportasi yang baik, akan memudahkan terjadinya interaksi antara penduduk lokal dengan dunia luar. Keterisolasian merupakan masalah pertama yang harus ditangani.Transportasi berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan produsen dengan konsumen. Kajian transportasi dan perkembangan wilayah memiliki dimensi persoalan dengan rentang yang luas dan kompleks. Oleh karena itu untuk dapat memahami pola kerja transportasi dan aksesibilitas, dituntut untuk memiliki pandangan yang luas tidak hanya pada satu bidang kajian ilmu saja. 

Transportasi dan perkembangan wilayah merupakan hal yang sangat erat hubungannya. Dikarenakan dalam pengembangan wilayah haruslah memiliki transportasi yang mendukung. Ibarat sekeping mata uang, satu sisi adalah transportasi, sisi yang lain adalah perkembangan wilayah. Artinya dimana sarana transportasi tersedia disana wilayah akan berkembang, begitu juga dengan kalau suatu wilayah berkembang maka disana sarana transportasi juga akan masuk.

Transportasi dapat memajukan kesejahteraan ekonomi dan masyarakat, menciptakan dan meningkatkan tingkat aksesibilitas dari potensi-potensi sumber alam dan pasar. Sumber alam yang semula tidak termanfaatkan akan terjangkau dan dapat diolah. Prasarana transportasi berperan sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan dan sebagai prasarana bagi pergerakan manusia dan atau barang akibat adanya kegiatan ekonomi di daerah tersebut. Sebagai contoh suatu kawasan permukiman baru yang hendak dipasarkan, tidak akan pernah ada peminatnya apabila di lokasi tersebut tidak disediakan prasarana transportasi. Hal senada juga terjadi di kawasan permukiman transmigran. Suatu kawasan permukiman tidak akan dapat berkembang meskipun fasilitas rumah dan sawah sudah siap pakai jika tidak tersedia prasarana transportasi. Hal ini akan mengakibatkan biaya transportasi menjadi sangat tinggi. Jika hal ini dibiarkan terus maka kawasan permukiman transmigran tersebut tidak akan berkembang. Oleh karena itu, kebijakan yang harus dilakukan adalah menyediakan sistem prasarana transportasi dengan biaya minimal agar dapat dilalui. Faktor perkembangan wilayah yakni modal, tenaga kerja, perlengkapan SDA dan pasar merupakan kesatuan yang saling berkaitan dan nantinya menghasilkan interaksi dan menciptakan kegiatan ekonomi, social maupun politik. Kemajuan transportasi akan membawa peningkatan mobilitas manusia, mobilitas faktor-faktor produksi dan mobilitas hasil olahan yang dipasarkan. Makin tinggi mobilitas yang dilakukan maka semakin cepat gerakan distribusi serta lebih singkat waktu yang diperlukan dalam mengolah bahan dan memindahkan nya daritempat dimana bahan tersebut yang semula kurang bermanfaat ke lokasi dimana manfaat nya lebih besar. Peningkatan produktivitas, karena transportasi ini merupakan motor utama penggerak kemajuan ekonomi. Ekonomi yang berkembang akan ditunjukkan oleh adanya mobilitas yang tinggi, dengan ditunjang transportasi yang memadai dan lancar. Seperti hal nya negara-negara maju, mereka memiliki transportasi yang mendukung dalam setiap aktivitas yang mereka lakukan. Dengan transportasi yang baik, akan memudahkan terjadinya interaksi antara penduduk lokal dengan dunia luar. Keterisolasian merupakan masalah pertama yang harus ditangani. Transportasi berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan produsen dengan konsumen. Kajian transportasi dan perkembangan wilayah memiliki dimensi persoalan dengan rentang yang luas dan kompleks. Oleh karena itu untuk dapat memahami pola kerja transportasi dan aksesibilitas, dituntut untuk memiliki pandangan yang luas tidak hanya pada satu bidang kajian ilmu saja. Salah satu bidang ilmu yang terkait dengan transportasi adalah geografi transportasi.

            Persoalan keterjangkauan akibat jarak yang jauh sehingga tidak dapat melakukan kegiatan ekonomi secara maksimal tidak berlaku di Negara maju, hal ini karena perkembangan transportasi mereka yang unggul sehingga terkadang transportasi bukanlah menjadi isu utama menurunnya mobilitas di Negara maju. Sedangkan pada negara-negara berkembang seperti hal nya Indonesia, ditandai oleh faktor mobilitas yang masih rendah terutama dipengaruhi oleh distribusi angkutan yang belum lancar. Sumber daya alam yang dimiliki suatu negara tidak memiliki arti apa-apa jika tetap berada ditempatnya tanpa disentuh oleh campur tangan manusia yang ahli untuk memanfaatkannya. Agar sumber daya tersebut berdaya guna maka diperlukan kerja keras untuk mengolah sumberdaya tersebut dengan bantuan sumber daya manusia. Dapat di ambil contoh misalnya Negara jepang adalah Negara yang dapat dikatakan tidak banyak memiliki sumber daya alam, namun biasa dilihat Negara jepang adalah Negara maju dengan kemandirian ekonomi, penyediaan jasa transportasi yang tinggi, serta kemajuan teknoloi yang terus berkembang pesat. Jika disoroti lebih lanjut mengapa Negara jepang ini dapat berkembang menjadi Negara maju adalah karena Jepang memiliki sumber daya manusia yang mengabdikan keahliannya dengan sungguh-sungguh untuk bekerja keras. Kekurangan sumber daya alam yang diisi dengan kemampuan sumber daya manusia akan menghasilkan perpaduan daya cipta (produk). Bahan yang tidak dimiliki oleh jepang dilakukan import dari Negara lain, selanjutnya diolah, lalu dipasarkan, dan keberuntungannya adalah produk Negara jepang selalu laris dipasaran. Kegiatan mengimport, mengolah dan memasarkan produk yang dilakukan Negara jepang bisa berjalan jika memiliki sistem pengangkutan yang baik. Sistem pengangkutan tersebut dapat menjamin keamanan, kecepatan, keselamatan serta terjangkau oleh daya beli masyarakat, hal ini dapat dianalaogikan seperti hal nya transportasi. Harapannya transportasi yang ada di Indonesia saat ini bisa seperti sistem pengangkutan di Negara jepang.

Perkembangan wilayah kota cirebon saat ini ditandai dengan berkembangnya fungsi permukiman kewilayah perbatasan. Kawasan yang semula berfungsi sebagai kawasan pertanian, secara perlahan berubah fungsi sebagai kawasan permukiman. Perkembangan kawasan permukiman ini tidak disertai dengan penyediaan layanan transportasi umumnya, akibatnya masyarakat banyak yang menggunakan transportasi pribadi seperti kendaraan roda dua atau roda empat.

2.     Transportasi Merupakan Tolok Ukur Interaksi antar Wilayah

Suatu wilayah tertentu bergantung pada wilayah lain. Demikian juga wilayah lain memiliki ketergantungan pada wilayah tertentu. Diantara wilayah-wilayah tersebut, terdapat wilayah-wilayah tertentu yang memiliki kelebihan dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa fasilitas yang mampu melayani kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga penduduk pada radius tertentu akan mendatangi wilayah tersebut untuk memperoleh kebutuhan yang diperlukan.

Morlok (1988) mengemukakan bahwa akibat adanya perbedaan tingkat pemilikan sumberdaya dan keterbatasan kemampuan wilayah dalam mendukung kebutuhan penduduk suatu wilayah menyebabkan terjadinya pertukaran barang, orang dan jasa antar wilayah. Pertukaran ini diawali dengan proses penawaran dan permintaan. Sebagai alat bantu proses penawaran dan permintaan yang perlu dihantarkan menuju wilayah lain diperlukan sarana transportasi. Sarana transportasi yang memungkinkan untuk membantu mobilitas berupa angkutan umum.

Dalam menyelenggarakan kehidupannya, manusia mempergunakan ruang tempat tinggal yang disebut permukiman yang terbentuk dari unsur-unsur working, opportunities, circulation, housing, recreation, and other living facilities (Hadi Sabari Yunus, 1987). Unsur circulation adalah jaringan transportasi dan komunikasi yang ada dalam permukiman. Sistem transportasi dan komunikasi meliputi sistem internal dan eksternal. Jenis yang pertama membahas sistem jaringan yang ada dalam kesatuan permukiman itu sendiri. Jenis yang kedua membahas keadaan kualitas dan kuantitas jaringan yang menghubungkan permukiman satu dengan permukiman lainnya di dalam satu kesatuan permukiman.

Perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain selalu melalui jalur-jalur tertentu. Tempat asal dan tempat tujuan dihubungkan satu sama lain dengan suatu jaringan (network) dalam ruang. Jaringan tersebut dapat berupa jaringan jalan, yang merupakan bagian dari sistem transportasi. Transportasi merupakan hal yang penting dalam suatu sistem, karena tanpa transportasi perhubungan antara satu tempat dengan tempat lain tidak terwujud secara baik (Bintarto, 1982).

Hurst (1974) mengemukakan bahwa interaksi antar wilayah tercermin pada keadaan fasilitas transportasi serta aliran orang, barang, maupun jasa. Transportasi merupakan tolok ukur dalam interaksi keruangan antar wilayah dan sangat penting peranannya dalam menunjang proses perkembangan suatu wilayah. Wilayah dengan kondisi geografis yang beragam memerlukan keterpaduan antar jenis transportasi dalam melayani kebutuhan  masyarakat. Pada dasarnya, sistem transportasi dikembangkan untuk menghubungkan dua lokasi guna lahan yang mungkin berbeda. Transportasi digunakan untuk memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain sehingga mempunyai nilai ekonomi yang lebih meningkat.

            Dengan transportasi yang baik, akan memudahkan terjadinya interaksi antara penduduk lokal dengan dunia luar. Keterisolasian merupakan masalah pertama yang harus ditangani. Transportasi berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan produsen dengan konsumen dan meniadakan jarak diantara keduanya. Jarak tersebut dapat dinyatakan sebagai jarak waktu maupun jarak geografis. Jarak waktu timbul karena barang yang dihasilkan hari ini mungkin belum dipergunakan sampai besok. Jarak atau kesenjangan ini dijembatani melalui proses penggudangan dengan teknik tertentu untuk mencegah kerusakan barang yang bersangkutan.

Transportasi erat sekali dengan penggudangan atau penyimpanan karena keduanya meningkatkan manfaat barang. Angkutan menyebabkan barang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain sehingga bisa dipergunakan di tempat barang itu tidak didapatkan. Dengan demikian menciptakan manfaat tempat. Penyimpanan atau penggudangan juga memungkinakan barang disimpan sampai dengan waktu dibutuhkan dan ini berarti memberi manfaat waktu (Schumer, 1974). Pembangunan suatu jalur transportasi maka akan mendorong tumbuhnya fasilitas-fasilitas lain yang tentunya bernilai ekonomis.

Perbedaan sumberdaya yang ada di suatu daerah dengan daerah lain mendorong masyarakat untuk melakukan mobilitas sehingga dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam proses mobilitas inilah transportasi memiliki peranan yang penting untuk memudahkan dan memperlancar proses mobilitas tersebut. Proses mobilitas ini tidak hanya sebatas oleh manusia saja, tetapi juga barang dan jasa. Dengan demikian  nantinya interaksi antar daerah akan lebih mudah dan dapat mengurangi tingkat kesenjangan antar daerah.

Ullman, mengungkapkan ada tiga syarat untuk terjadinya interaksi keruangan, yaitu :

a.     Complementarity atau ketergantungan karena adanya perbedaan demand dan supply antar daerah

b.     Intervening opportunity atau tingkat peluang atau daya tarik untuk dipilih menjadi daerah tujuan perjalanan

c.     Transferability atau tingkat peluang untuk diangkut atau dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain yang dipengaruhi oleh jarak yang dicerminkan dengan ukuran waktu dan atau biaya

Kebutuhan akan pergerakan bersifat merupakan kebutuhan turunan. Pergerakan terjadi karena adanya proses pemenuhan kebutuhan. Pergerakan tidak akan terjadi seandainya semua kebutuhan tersebut menyatu dengan permukiman. Namun pada kenyataannya semua kebutuhan manusia tidak tersedia di satu tempat. Atau dengan kata lain lokasi kegiatan tersebar secara heterogen di dalam ruang. Dengan demikian perlu adanya pergerakan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan.

Dalam melakukan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, penduduk mempunyai dua pilihan yaitu bergerak dengan moda transportasi dan tanpa moda transpotasi (berjalan kaki). Pergerakan tanpa moda tranportasi biasanya berjarak pendek, sedangkan pergerakan dengan moda transportasi berjarak sedang atau jauh.

Transportasi merupakan penghubung utama antara dua daerah yang sedang berinteraksi dalam pembangunan. Tanpa adanya jaringan transportasi tidak mungkin pembangunan dapat diperkenalkan ke luar daerah. Jalan merupakan akses transportasi dari suatu wilayah menuju ke wilayah lain.

Aktivitas penduduk yang meningkat perlu dijadikan perhatian dalam merumuskan kebijakan di bidang transportasi karena manusia senantiasa memerlukan transportasi. Hal ini merupakan sesuatu hal yang merupakan ketergantungan sumber daya antar tempat. Hal ini menyebabkan proses interaksi antar wilayah yang tercermin pada fasilitas transportasi. Transportasi merupakan tolok ukur interaksi antar wilayah.

 

 

 

3.     Peranan Transportasi dalam Pembangunan Wilayah

Menurut Hurst (1974) kajian geografi transportasi umumnya berfokus pada ”jaringan transportasi, lokasi, struktur, arus, dan signifikansi serta pengaruh jaringan terhadap ruang ekonomi yang berkaitan dengan pengembangan wilayah dengan prinsip ketergantungan antara jaringan dengan ruang ekonomi sebagaimana perubahan aksesibilitas”. Dalam hal ini semakin baik suatu jaringan transportasi maka aksesibilitasnya juga semakin baik sehingga kegiatan ekonomi juga semakin berkembang.

Contoh dari betapa pentingnya peran transportasi bagi pengembangan wilayah perkotaan adalah fenomena yang terjadi didaerah ibukota Jakarta, daerah ibukota mengalami kemajuan yang sangat pesat dengan adanya sarana transportasi yang memadai. Kemajuan yang sangat pesat ini memberikan beban yang sangat berat pada daya dukung lingkungannya. Perkembangan ini didukung pula oleh adanya akses tol sehingga memudahkan mobilisasi penduduk antar wilayah. Keadaan ini memicu fenomena berkembangnya kota baru/pemukiman berskala besar, seiring dengan berkembangnya kawasan industri.

Pada skala yang lebih kecil, kota cirebon mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan berkembangnya kawasan permukiman dipinggiran kota. Perkembangan ini belum didukung oleh sarana prasarana transportasi yang memadai saat ini, sehingga masyarakat masih tergantung sepenuhnya pada sarana transportasi pribadi atau transportasi online, Artinya pengembangan wilayah belum diiringi dengan penyediaan sarana transportasi umum. Pemerintah sebagai penyedia fasilitas publik, berkewajiban untuk menyediakan transportasi umum pada kawasan-kawasan baru tersebut. Pemilihan transportasi umum ‘Trans Cirebon’ sebagai angkutan umum adalah suatu langkah yang dianggap cukup tepat sebagai sarana angkutan pengganti angkutan kota dan juga sebagai salah satu elemen pembangunan wilayah.

Ada tiga pihak terkait yang berkepentingan dalam pengembangan transportasi umum, yaitu :     Pihak Pengguna, Pihak Pengusaha / investor dan Pihak Pemerintah. Pihak Pemerintah sebagai regulator yang membawa kepentingan masyarakat umum tidak saja untuk kepentingan pembangunan transportasi umum, tetapi juga untuk tujuan pengembangan wilayah.

4.     Dampak dari Perkembangan Wilayah yang didasarkan pada Jalur Transportasi

Dampak dari perkembangan wilayah ini bermacam-macam mulai dari masalah sosial sampai pada sektor ekologi lingkungan. Masalah-masalah ini terjadi setelah sarana transportasi misalnya jalan merambah masuk kedaerah yang sebelumnya belum terjangkau. Masalah sosial yang ditimbulkan misalnya terjadinya perubahan dari masyarakat pertanian ke non pertanian, Masalah ekologi yang ditimbulkan misalnya masalah banjir akibat berkurangnya kawasan resapan air.

Masalah lain yang timbul karena perkembangan wilayah yang disebabkan oleh jalur transportasi ini adalah ketidak efisienan transportasi atau dalam menggunakan kendaraan. Hal ini disebabkan karena daerah yang berkembang tersebut tidak dapat mengimbangi laju jumlah kendaraan dengan sarana prasarana transportasi.

 

C.    PENUTUP

Kemajuan transportasi akan membawa peningkatan mobilitas manusia, mobilitas faktor-faktor produksi dan mobilitas hasil olahan yang dipasarkan. Transportasi dan perkembangan wilayah merupakan hal yang sangat erat hubungannya. Dikarenakan dalam pengembangan wilayah haruslah memiliki transportasi yang mendukung.

Suatu wilayah tertentu bergantung pada wilayah lain. Demikian juga wilayah lain memiliki ketergantungan pada wilayah tertentu. Diantara wilayah-wilayah tersebut, terdapat wilayah-wilayah tertentu yang memiliki kelebihan dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa fasilitas yang mampu melayani kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga penduduk pada radius tertentu akan mendatangi wilayah tersebut untuk memperoleh kebutuhan yang diperlukan.

Dengan transportasi yang baik, akan memudahkan terjadinya interaksi antara penduduk lokal dengan dunia luar. Keterisolasian merupakan masalah pertama yang harus ditangani. Dampak dari perkembangan wilayah ini bermacam-macam mulai dari masalah sosial sampai pada masalah ekologi lingkungan.

Trans Cirebon adalah solusi bagi kebutuhan masyarakat akan transportasi umum dari wilayah pinggiran untuk dapat mencapai wilayah kota, disamping itu Trans Cirebon juga dapat menjadi pemicu bagi perkembangan wilayah pinggiran untuk dapat berkembang menjadi wilayah perkotaan.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.      Dimitriou, H. T., (1995), A Developmental Approach to Urban Transportation: An Indonesian Illustration, Avebury, Hong Kong.

2.      Gray George E., (1979), Public Transportation: Planning, Operations and Management, Prentice-Hall, New Jersey.

3.      Harries S., (1976), State-of-the-art review of Urban Transportation Concepts and Public Attitudes, US Department of Transportation, Washington.

4.      Institute of Traffic Engineers, (1976), Transportation and Traffic Engineering Handbook , Prentice-Hall , Inc., N.J.

5.      Tamin Ofyar Z. (1997), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi , Penerbit ITB, Bandung.

6.      Wells G. R., (1975), Comprehensive Transport Planning , Charles Griffin & Company Ltd., London

7.      Sembiring, K.. (1999). Pemikiran Perencanaan Transportasi Kota Kelas Dunia kasus Singapore, Simposium FSTPT II, Surabaya 2 Desember.